Apa Saja Contoh Sengketa Harta Properti yang Sering Terjadi dan Apa Solusinya?

Meskipun properti terbilang menarik untuk dijadikan bisnis dan menjadi salah satu aset yang sangat menjanjikan di masa depan, tak jarang harta properti justru menjadi sengketa yang berujung rumit. Masalah sengketa harta properti memang selalu menjadi masalah cukup pelik yang harus berakhir di pengadilan seperti perebutan harta gono-gini, sengketa lahan, dan lain sebagainya.


Namun, tidak ada masalah yang tidak memiliki solusi. Meskipun terbilang rumit, tetap ada solusi untuk menyelesaikan masalah sengketa harta properti. Bahkan tercatat sejak awal tahun 2012 sudah ada 200 kasus sengketa properti. Selain terbilang menguntungkan, terkadang bisnis properti juga harus mengatasi masalah-masalah sengketa harta seperti ini.

Sengketa harta properti selalu berkaitan dengan legal dan ilegalnya suatu aset investasi. Karena tergiur dengan prospek bisnis dan investasi jangka panjang yang menguntungkan, terkadang sampai melupakan lingkungan dan kepentingan masyarakat hingga akhirnya menimbulkan sengketa.

Banyak sekali contoh dan kasus sengketa harta properti yang hanya menguntungkan pihak pengusaha atau investor dan merugikan kepentingan masyarakat di sekitarnya. Tidak hanya di ranah umum dan publik, sengketa harta properti juga sering terjadi dalam kasus rumah tangga yang sudah bercerai kemudian terjadi perebutan harta atau warisan, dan lain sebagainya.

Berikut ini beberapa contoh sengketa harta properti yang sering terjadi dan solusi untuk mengatasinya:

Perebutan harta gono-gini dan warisan 

Harta gono-gini atau warisan memang seringkali menimbulkan masalah jika terjadi perebutan dan perselisihan antar keluarga. Harta gono-gini merupakan harta bersama selama pernikahan sehingga jika pasangan suami istri mengalami perceraian, biasanya akan berujung pada pembagian harta gono-gini.

Masalah yang sering timbul adalah karena kurangnya pengetahuan mengenai pembagian harta gono-gini yang benar sehingga terkadang salah satu pihak merasa tidak adil. Harta gono-gini dapat ditentukan dengan melihat tanggal pernikahan atau perceraian dengan tanggal harta tersebut diperolah. Harta yang terjadi akta jual beli sebelum tanggal pernikahan, maka harta tersebut bukanlah harta gono-gini.

Untuk mengatasi masalah pembagian harta gono-gini seperti yang disebut dalam Pasal 37 UU Perkawinan tahun 1974 bahwa pembagian harta gono-gini karena perceraian diatur menurut hukum masing-masing, yaitu hukum agama, hukum adat, dan hukum lainnya yang dianut oleh masing-masing pasangan.

Sehingga agar tercapai keadilan di antara hak suami dan istri harus ada kesepakatan di antara kedua belah pihak termasuk pembagian warisan nantinya untuk anak-anak. Maka disarankan sebelum melangsungkan pernikahan lebih baik membuat perjanjian terkait pembagian harta gono-gini di antara suami dan istri.

Sedangkan untuk pembagian harta warisan yang akan dibagikan oleh orang tua untuk anak-anak tergantung dari surat wasiat yang diberikan oleh orang tua serta hukum agama yang dianut masing-masing. Jika masih bermasalah, maka lebih baik dibawa ke meja hijau untuk mencapai kesepakatan.

Sengketa lahan antara pihak pemerintah dengan swasta atau masyarakat 

Kasus ini sering sekali terjadi karena investor pihak swasta yang tidak mematuhi peraturan pemerintah terkait pembebasan lahan dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena masih banyak mafia tanah yang beredar di masyarakat sehingga banyak tanah yang dijual secara ilegal. Seperti kasus yang terjadi pada pembangunan new airport di Kulonprogo, Yogyakarta, kasus pembangunan Meikarta, dan masih banyak lagi.

Selain sengketa antara pihak swasta dan pemerintah, seringkali sengketa lahan juga terjadi antara pihak pemerintah dan masyarakat. Sebagai contoh kasus sengketa lahan di Bekasi yang mana pemerintah digugat oleh masyarakat atas lahan berdirinya Rumah Susun Sederhana Sewa Kelurahan

Bekasi Jaya di Kecamatan Bekasi Timur, lahan SDN Jakasetia III Kecamatan Bekasi Selatan, lahan Pasar Harapan Jaya Kecamatan Bekasi Utara, dan lahan kolam retensi Aren Jaya Kecamatan Bekasi Timur. Warga merasa tidak terima lahannya dipakai untuk kepentingan umum sehingga mengajukan gugatan. Selain itu, kebanyakan kasus terjadi karena lahan yang bersangkutan sudah dibeli sah oleh pemilik asli namun ada warga yang membeli lahan yang sama dari mafia tanah tersebut.

Sebelum membawa kasus sengketa tanah ke meja hijau, bisa diadukan terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan. Jika bisa selesai di Kantor Pertanahan maka tidak perlu membawanya ke pengadilan. Masalah sengketa tanah sendiri sudah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Dalam Pasal 28 ayat 2 dijelaskan bahwa:

“Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan Pengumuman mengenai pembatalan hak atas tanah, pembatalan sertifikat atau perubahan data, di Kantor Pertanahan dan balai desa/kantor kelurahan setempat dalam jangka waktu 30 hari.”

Komentar

Postingan Populer